IndonesiaBuzz: Tokoh – Widji Thukul, seorang penyair dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh yang menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru (Orba). Namun, sejak tanggal 27 Juli 1998, Thukul menghilang dan tidak ada yang tahu keberadaannya hingga hari ini. Dugaan kuat mengatakan bahwa Thukul diculik oleh militer bersama beberapa aktivis lainnya yang turut melawan penindasan tersebut.
Keluarga yang Sederhana
Thukul, atau sapaan akrabnya, lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dalam keluarga Katolik dengan kondisi ekonomi yang sederhana. Ayahnya adalah seorang penarik becak, sementara ibunya kadang-kadang menjual ayam bumbu untuk membantu keluarga. Meskipun dalam kondisi sulit, Thukul mulai menulis puisi sejak SD dan tertarik pada dunia teater ketika masih duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota. Untuk mencari nafkah, Thukul pernah menjual koran, menjadi calo karcis bioskop, dan bahkan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel.
Pada Oktober 1989, Thukul menikahi Siti Dyah Sujirah atau Sipon, yang saat itu berprofesi sebagai buruh. Pasangan ini kemudian diberkahi dengan dua anak, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah.
Pendidikan Terbatas
Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Solo dan melanjutkan pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia dengan jurusan tari. Namun, karena kesulitan keuangan, ia terpaksa berhenti sekolah.
Perjuangan dan Aktivisme
Selama hidupnya, Thukul aktif dalam menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis bersama anak-anak di kampung Jagalan, tempat ia dan keluarganya tinggal. Ia terlibat dalam aksi-aksi protes dan perjuangan hak asasi manusia. Pada tahun 1994, ia memimpin massa dalam aksi petani di Bringin, Ngawi, dan saat itu ia ditangkap dan dipukuli oleh militer. Pada tahun 1992, Thukul juga ikut dalam demonstrasi menentang pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo.
Thukul aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKER) sebagai ketua pada tahun-tahun berikutnya. Namun, pada tahun 1995, ia mengalami cedera mata kanan akibat benturan dengan mobil aparat saat ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex.
Hilangnya Thukul
Pada tanggal 27 Juli 1998, Thukul menghilang secara misterius dan tidak ada yang mengetahui keberadaannya hingga saat ini. Ia menjadi salah satu dari belasan aktivis yang hilang pada masa itu. Istinya, Sipon, melaporkan hilangnya Thukul kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada bulan April 2000. Berbagai forum solidaritas, seperti Forum Sastra Surakarta (FSS) yang dimotori oleh penyair Sosiawan Leak dan Wowok Hesti Prabowo, mengadakan upaya-upaya untuk mencari jejak Thukul dengan gelar acara “Thukul, Pulanglah” yang diselenggarakan di berbagai kota.
Korban Penculikan
Thukul bukan satu-satunya korban penculikan selama periode itu. Kerusuhan pada Mei 1998 menyeret beberapa aktivis ke dalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar. Sejumlah aktivis dari berbagai latar belakang, termasuk Partai Rakyat Demokratik, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar, menghilang sejak bulan April hingga Mei 1998. Thukul sendiri telah berpindah-pindah daerah untuk bersembunyi dari kejaran aparat semenjak bulan Juli 1996. Meskipun dalam pelariannya itu, ia tetap berjuang dengan menulis puisi-puisi pro-demokrasi, salah satunya berjudul “Para Jendral Marah-Marah.”
Pada tahun 2000, istri Thukul, Sipon, melaporkan hilangnya suaminya kepada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun hingga saat ini, Thukul belum juga ditemukan.
Warisan Karya
Widji Thukul dikenal melalui beberapa karya puisi yang populer yang sering digunakan dalam aksi-aksi massa. Selain itu, ia juga telah menerbitkan dua kumpulan puisi dan antologi puisinya yang terkenal, “Mencari Tanah Lapang” (1994). Karya-karyanya menjadi bukti nyata dari perjuangan dan semangatnya dalam menghadapi ketidakadilan.
Meskipun Thukul telah hilang selama bertahun-tahun, namanya dan karyanya tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang yang terus memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan berbicara. Pada tahun 2002, sebuah film dokumenter tentang kehidupan dan perjuangan Widji Thukul dibuat oleh Tinuk Yampolsky, yang menyampaikan pesan penting tentang hak asasi manusia dan pentingnya kebebasan berekspresi. @indonesiabuzz