IndonesiaBuzz: Semarang, 28 Oktober 2025 – Suasana sakral menyelimuti Alun-Alun Kauman, Kota Semarang, Jumat (24/10/2025), saat digelar Tradisi Murwa Bumi atau Ruwat Kutha Kirab Ki Ageng Pandanaran. Untuk pertama kalinya, tradisi ini menjadi penanda kebangkitan semangat pelestarian budaya Jawa yang sarat makna spiritual dan sejarah.
Tradisi Murwa Bumi digelar sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus doa agar Kota Semarang senantiasa bersih dari hal-hal buruk, dijauhkan dari bencana, serta diberi keselamatan dan keberkahan bagi seluruh warganya.
Acara dibuka dengan alunan gamelan yang menciptakan suasana khidmat sore itu. Tari sesaji dan penuturan sejarah Kota Semarang mengawali rangkaian, mengajak masyarakat menelusuri jejak leluhur dan nilai luhur budaya Jawa.
Suasana semakin khidmat ketika doa lintas agama dipanjatkan oleh pemuka Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Doa bersama itu menjadi simbol kerukunan dan keharmonisan antarumat beragama di Kota Semarang.
Pembukaan resmi dilakukan oleh Asisten Administrasi Umum Kota Semarang, R. Wing Wiyarso Poespojoedho, bersama Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari, melalui prosesi simbolis pemecahan kendi.
“Melalui tradisi ini, kita nguri-nguri budaya sekaligus mengingatkan anak-anak agar tidak lupa pada akar sejarahnya. Kita juga memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Kota Semarang senantiasa diberi perlindungan, keselamatan, dan rahmat,” ujar Wing.
Setelah pembukaan, para peserta mengenakan pakaian adat Jawa mengikuti kirab mengelilingi Alun-Alun Kauman. Prosesi Kirab Pusaka Ruwat Bumi menampilkan sejumlah pusaka seperti Kyai Pleret, Kyai Mojo, dan Kyai Puger yang diiringi tembang macapat tolak bala, sebagai simbol doa untuk kesejahteraan kota.
Ritual dilanjutkan dengan ngalap berkah, yakni pembagian sego golong dan gunungan hasil bumi kepada masyarakat sekitar, sebagai simbol rasa syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan.
Menjelang malam, digelar pagelaran wayang kulit lakon “Murwokolo” yang diawali dengan penyerahan wayang kepada dalang sebagai simbol penerusan nilai luhur dan pelestarian budaya Jawa.
Ketua Paguyuban Kusuma Handrawina Nusantara Provinsi Jawa Tengah, KPA Widodo Notogaroro, yang juga Wakil Pangageng Parentah Karaton Surakarta Hadiningrat, menjelaskan makna filosofis dari ritual tersebut.
“Ritual Murwa Bumi bersumber dari Karaton Surakarta Hadiningrat. Hamemasuh malaning bumi berarti membersihkan sifat-sifat angkara murka di bumi agar alam menjadi rahayu, wilujeng, ayem tentrem, gemah ripah loh jinawi, dan kalis ing rubedo,” jelas Widodo kepada IndonesiaBuzz, Senin (28/10/25).
Ia berharap ke depan pelaksanaan tradisi ini dapat terus bersinergi dengan Karaton Surakarta Hadiningrat serta masyarakat Semarang agar kelestarian budaya Jawa tetap terjaga.
“Kelestarian artinya menjaga keutuhan tradisi, tata cara, dan upacara yang sudah menjadi pakem. Inilah jati diri kita sebagai bangsa yang berbudaya,” pungkasnya. Nem







