
Oleh: KRT. Eko Sigit Pujianto Wartodipuro
IndonesiaBuzz: Sudut Pandang – Kekeringan air bersih kembali menjadi momok tahunan bagi sejumlah desa di Kabupaten Wonogiri, khususnya Kecamatan Giritontro dan Giriwoyo. Desa Tlogoharjo, Kelurahan Bayemharjo, hingga Desa Tlogosari tercatat selalu menghadapi krisis air, terutama saat musim kemarau tiba.
Pemerintah kabupaten Wonogiri melalui Pemerintah Desa pernah menempuh berbagai upaya, termasuk proyek pengelolaan air melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Namun, perjalanan proyek tersebut dinilai kurang transparan. Pantauan IndonesiaBuzz di lapangan menunjukkan bahwa proyek pembangunan embung, yang semestinya menjadi solusi penyimpanan air, justru menimbulkan masalah baru.
Alih-alih menahan air lebih lama, embung yang dibangun dengan semenisasi justru mempercepat pengeringan. Panas semen di dasar embung diperkirakan memicu hilangnya air lebih cepat daripada seharusnya. Selain itu, dana miliaran rupiah yang dialokasikan untuk pembangunan embung kerap dibagi ke beberapa titik. Salah satunya berada di Dusun Sambirejo, Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro, sehingga efektivitas satu embung menjadi kurang optimal.
Kritik juga muncul terkait kurangnya perencanaan pembangunan embung yang jelas. Tidak ada progres plan yang terstruktur, dan proyek berjalan tanpa monitoring evaluasi (monev) yang memadai. Jika di sekitar embung dibangun fasilitas UMKM atau lapak kecil, setidaknya akan ada perputaran ekonomi bagi masyarakat setempat. Namun kenyataannya, proyek ini terlihat seperti “jual putus” selesai dibangun, tidak ada tindak lanjut atau manfaat jangka panjang yang nyata.
Berdasarkan analisis biaya, miliaran rupiah yang dihabiskan untuk embung sebenarnya dapat lebih efektif digunakan untuk pembangunan sumur bor. Sumur bor diyakini memiliki dampak langsung dan nyata bagi ketersediaan air bersih warga. Namun, kepekaan pejabat terhadap kebutuhan dasar masyarakat masih rendah. Ada dugaan bahwa proyek ini tidak lebih dari strategi serapan anggaran atau bahkan sarana elektoral bagi calon legislatif maupun kepala daerah, yang kerap membagikan air bersih dari tangki sebagai bagian dari kampanye.
Sebagai penulis, kondisi ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Bencana kekeringan yang berulang seharusnya menjadi fokus perencanaan pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat, bukan sekadar alat serapan anggaran atau strategi politik sesaat. @sigit
 
			 
		    





 
                
