Indonesiabuzz.com – Perjalanan Kabupaten Pacitan dalam mengatasi masalah gangguan pertumbuhan atau stunting masih cukup panjang untuk mencapai target angka prevalensi yang ditetapkan secara nasional pada tahun 2024, yaitu sebesar 14 persen.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang lama, yang menghambat pertumbuhan pada anak.
Ratna Susy Rahayu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Pacitan, menyatakan bahwa prevalensi stunting berhasil mengalami penurunan selama periode tahun 2021-2022.
“Alhamdulillah, terjadi penurunan jika dibandingkan dengan angka sebesar 22,7 persen pada tahun 2021 menjadi 20,6 persen pada tahun 2022, atau mengalami penurunan sebesar 2,1 persen. Namun, kita tetap membutuhkan kerja keras dari semua pihak, mengingat target nasional pada tahun 2024 adalah 14 persen,” jelasnya, Rabu (7/6/2023).
Namun, kondisi tersebut masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu 14 persen pada tahun 2024. “Kita juga harus mengejar penurunan dari angka 20,6 persen pada tahun 2021 untuk mencapai angka prevalensi stunting sebesar 16,87 persen pada tahun 2023 ini,” ujar Ratna.
Pemerintah pusat juga telah melakukan upaya dalam pendataan stunting dengan melakukan survei status gizi Indonesia berdasarkan sampel data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Sementara itu, Dinas Kesehatan Pacitan melakukan intervensi setiap bulan yang dilakukan oleh kader posyandu untuk mengintervensi risiko stunting agar tidak memburuk menjadi kondisi gizi yang lebih buruk.
“Ketika stunting sudah lebih dari 2 tahun, intervensi tidak dapat dilakukan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di Pacitan, prevalensi stunting mencapai 14,73 persen dari total 22.141 balita yang diukur,” jelasnya.
Terkait anggaran dari pemerintah untuk penanganan stunting di Pacitan, Ratna menyebut bahwa Dinas Kesehatan Pacitan fokus pada pengukuran dan publikasi.
“Anggaran menjadi kompleks karena tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Dinas Pendidikan dan PU. Total anggarannya tidak dapat disebutkan dengan pasti,” jelasnya.
Menurut Ratna, semua OPD bertanggung jawab dalam penanganan stunting. Upaya pencegahan tidak hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan, tetapi juga oleh semua pihak yang memiliki tanggung jawab dalam penanganan stunting.
“Penyebab stunting banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola asuh orang tua, sanitasi yang tidak memadai, kurangnya akses air bersih, dan kemiskinan. Kecuali jika stunting disebabkan oleh gizi buruk atau penyakit lain, maka Dinas Kesehatan akan memberikan penanganan,” ujarnya.
Dalam hal penganggaran di Dinas Kesehatan, Ratna menjelaskan bahwa anggaran untuk penanganan stunting juga tersebar dan tidak langsung. Hal itu dimulai dari pencegahan stunting pada remaja.
“Pencegahan stunting telah dilakukan pada remaja putri di sekolah dengan memberikan tablet tambah darah untuk mencegah anemia. Selain itu, saat hamil, wajib untuk melakukan pemeriksaan rutin ke petugas kesehatan,” paparnya.
Selain itu, Pemerintah Pusat juga berupaya memberikan bantuan dalam penanganan stunting di Pacitan. Pada tahun 2022, diberikan bantuan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada ibu hamil dengan risiko tinggi, seperti ibu hamil yang mengalami kurang energi kronis.
“Di tahun 2023, PMT lokal diberikan dengan menggunakan makanan lokal yang ada di daerah masing-masing,” tutupnya. @indonesiabuzz