Sekretaris MPC Pemuda Pancasila (PP) Kota Surabaya, Baso Juherman, membantah pelaku kekerasan terhadap wartawan di Surabaya adalah kader PP. Ia memberikan klarifikasi terkait pemukulan lima wartawan di seberang jalan Diskotek Ibiza tersebut oleh oknum yang disebut-sebut sebagai kader ormas tersebut.
Baso sendiri sangat menyayangkan terjadinya aksi pemukulan terhadap para wartawan yang sedang melakukan peliputan kegiatan rencana penyegelan Diskotek Ibiza oleh Satpol PP dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada Jumat (20/01/2023).
“PP punya hubungan baik dengan rekan-rekan wartawan. Kami tentu melarang keras aksi atau tindakan premanisme, lebih-lebih terhadap wartawan,” ujar Baso.
Bahkan, ia memastikan, para pelaku bukanlah kader PP sebagaimana yang diduga oleh para wartawan yang menjadi korban pemukulan. Ia mengaku telah meminta keterangan dari para kader PP Kota Surabaya, namun tak satu pun yang mengetahui identitas para pelaku.
“Di zaman seperti sekarang sudah bukan eranya lagi main kekerasan,” tegas Baso. “Maka saya dukung upaya teman-teman wartawan untuk mencari keadilan. Begitu juga kepolisian untuk menangkap para pelaku,” imbuhnyanya.
Kronologi Kejadian
Aksi kekerasan terhadap wartawan di Surabaya itu terjadi bermula dari lima orang wartawan tengah meliput rencana penyegelan Discotek Ibiza di Jl Simpang Dukuh, Jumat (20/01/2023) siang.
Kelima awak media yang menjadi korban kekerasan dan intimidasi tersebut, di antaranya Firman Rachmanudin (jurnalis inews.id), M. Rofik (jurnalis lensaindonesia.com), Anggadia Muhammad (jurnalis beritajatim.com), Ali Masduki (fotografer inews.com), dan Didik Suhartono (fotografer LKBN Antara).
Anggadia Muhammad mengungkapkan, kejadian pengeroyokan tersebut terjadi saat dirinya bersama rekan-rekannya hendak meliput rencana penyegelan Discotek Ibiza yang berada di lantai 5 Gedung Andika Plaza di Jl Simpang Dukuh 38-40, Kecamatan Genteng, Surabaya. Penyegelan tersebut dilakukan oleh Satpol PP dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ketika itu, sembari menunggu petugas Satpol PP dan DPMPTSP Jatim keluar dari gedung Andika Plaza untuk diwawancarai, Anggadia, Rofik, Ali dan Didik tengah berada di sebelah warung kopi yang letaknya di seberang jalan.
Tak lama, seorang perempuan yang diduga dari pihak diskotek atau rekan dari oknum anggota Ormas tersebut berteriak memanggil Anggadia dan rekan-rekannya untuk naik ke diskotek untuk bertemu dengan seseorang bernama Wahyu.
“Saat itu ada seorang perempuan yang tidak diketahui identitasnya berteriak menyuruh kami naik ke lantai 5 untuk menghadap Pak Wahyu,” ujar Anggadia. “Tapi kami menolak karena kami ingin mewawancarai petugas Satpol PP dan DPMPTSP. Penolakan itu disampaikan oleh Rofik,” imbuhnya.
Masih menurut Anggadia, mendengar penolakan tersebut, perempuan yang tak diketahui identitasnya itu marah.
“Kami disebutnya arogan lantaran menolak perintah naik ke lantai lima,” ungkap Anggadia usai membuat laporan di SPKT Polrestabes Surabaya.
Berselang sekitar 30 menit kemudian, Angga, Firman dan Rofik menunggu di bawah lift lantai bawah untuk bersiap melakukan wawancara secara doorstop.
“Saat kami berada di depan lift itu, kami kembali diajak naik untuk menemui seseorang bernama Wahyu. Kami tetap menolak karena kami ingin mewawancarai doorstop dengan pihak dinas yang akan melakukan penyegelan,” terang jurnalis beritajatim.com tersebut.
Ditunggu hingga sekitar pukul 15.00 WIB, petugas Satpol PP dan DPMPTSP belum juga turun, Rofik menghampiri fotografer Didik dan Ali yang masih berada di warung kopi untuk standby di depan lift.
Saat menuju ke warung kopi itu, Rofik mengaku mendengar provokasi dari perempuan yang berteriak memanggil tadi. Dikarenakan perempuan itu terus memprovokasi, Rofik pun berusaha menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu wawancara dengan petugas yang hendak melaksanakan penyegelan.
Tetapi, perempuan tersebut malah teriak-teriak, sehingga memancing reaksi belasan oknum anggota Ormas yang keluar dari gedung diskotek.
Belasan orang itu kemudian menghampiri Rofik yang posisinya berada di depan Warkop. Empat orang di antara mereka langsung memukul wajah dan badan Rofik. Mereka juga melayangkan tendangan ke arah pinggang dan paha wartawan senior di lensaindonesia.com tersebut berkali-kali. Tak berhenti sampai disitu, Rofik juga dilempar dengan kursi plastik.
Menyaksikan rekannya dikeroyok, Didik sigap memotret kejadian itu. Namun, beberapa oknum anggota Ormas itu langsung menghalangi Didik. Bahkan, salah satu dari mereka menutup lensa kamera Didik dengan tangannya.
Karena merasa terintimidasi, fotografer Antara itu memasukkan kameranya ke dalam tas. Namun, Didik yang sedang berada di atas motor malah ditendang dan dipukul dengan helm.
“Mas Didik juga ditendang di bagian kaki kanan dan dipukul helm di tangan kanan,” ungkap Anggadia.
Karena dikeroyok dan melihat jumlah oknum massa Ormas terus bertambah, sekitar pukul 15.20 WIB, kelima jurnalis tersebut pun memutuskan untuk membatalkan rencana liputan kegiatan penyegelan Diskotek Ibiza. Mereka pun langsung meninggalkan lokasi untuk membuat laporan ke SPKT Polrestabes Surabaya.
Sementara itu, salah seorang korban, Rofik mengaku, dirinya tidak asing dengan beberapa orang yang melakukan pengeroyokan itu. Bahkan menurutnya, salah satu orang dari belasan anggota ormas tersebut pernah menghubunginya dan mengaku sebagai anggota Ormas Pemuda Pancasila.
“Salah satunya oknum anggota Pemuda Pancasila. Pernah telepon saya mengaku anggota Pemuda Pancasila. Tapi saya lupa namanya,” ungkap Rofik. @Jatimbuzz