IndonesiaBuzz: Solo, 10 Juli 2024 – Setiap tahun, tradisi Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Kraton Kasunanan Surakarta menyedot perhatian publik dengan keunikan dan kekayaan budayanya. Salah satu sorotan utama dalam acara ini adalah kehadiran Kebo Bule, kerbau pusaka yang memiliki peranan penting dalam ritual ini.
Keunikan Kebo Bule dalam Tradisi Keraton
Kebo Bule, yang juga dikenal dengan nama Kyai Slamet, bukanlah kerbau biasa. Kerbau ini memiliki ciri khas warna kulit putih kemerah-merahan yang membedakannya dari kerbau pada umumnya yang berwarna hitam atau cokelat. Tanduk panjang yang jarang dimiliki oleh kerbau lain menambah aura istimewa pada Kebo Bule ini.
Dalam sejarahnya, Kebo Bule adalah hadiah dari Kyai Hasan Besari Tegalsari kepada Sri Susuhunan Pakubuwono II sebagai tanda penghargaan atas keberhasilan raja tersebut dalam merebut kembali Kraton Kartasura dari pemberontak. Hadiah ini tidak hanya meliputi Kebo Bule tetapi juga sebuah tombak pusaka bernama Kyai Slamet, yang kini menjadi salah satu pusaka keramat Kraton.
“Kebo Bule tugasnya menjaga dan mengawal pusaka Kyai Slamet, ini yang membuat masyarakat kemudian menyebut kebo bule ini sebagai Kebo Kyai Slamet,” kata salah seorang Sentono Dalem Kraton Surakarta, Kanjeng Pangeran (KP) Hari Andri Winarso Wartonagoro.
Peran Kebo Bule dalam Pemilihan Lokasi Kraton
Menariknya, Kebo Bule juga berperan dalam pemilihan lokasi Kraton Surakarta yang baru. Pada tahun 1725, ketika Pakubuwono II mencari lokasi untuk kraton yang baru, Kebo Bule dilepaskan dan dibiarkan berjalan bebas. Hewan ini berhenti di lokasi yang kini dikenal sebagai Kraton Kasunanan Surakarta, menandai tempat tersebut sebagai pilihan yang tepat untuk pusat kerajaan baru.
Persiapan Kebo Bule Sebelum Kirab
Sebelum berpartisipasi dalam Kirab Malam 1 Suro, Kebo Bule menjalani serangkaian persiapan yang ketat. Kerbau ini harus dalam kondisi sehat dan terlatih untuk berinteraksi dengan banyak orang selama kirab. Ritual persiapan meliputi mandi, dijamasi, dan diberi sesajen untuk memastikan kebersihan dan kesiapannya menghadapi banyak pengunjung.
KP. Hari Andri Winarso Wartonagoro juga menjelaskan, prosesi kirab sendiri melintasi beberapa jalan utama di Surakarta, dimulai dari Supit Urang, Jalan Pakubuwana, Gapura Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, Jalan Slamet Riyadi, dan berakhir kembali di Kraton.
“Kebo Bule berjalan di depan sebagai cucuk lampah, memimpin arak-arakan pusaka dengan diiringi oleh tim Semut Hitam yang bertugas menyediakan pakan dan tim Semut Putih yang mengawasi perjalanan,” terang Kanjeng Andri, sapaan akrabnya.
Kebo Bule sebagai Pembawa Berkah
Bagi masyarakat Surakarta dan sekitarnya, Kebo Bule dianggap sebagai hewan keramat yang membawa berkah. Banyak warga yang berusaha menyentuh kerbau ini selama kirab berlangsung, dengan keyakinan bahwa hal itu akan membawa keselamatan, panjang umur, dan keberuntungan. Bahkan, sisa minuman atau makanan yang dikonsumsi oleh Kebo Bule selama arak-arakan sering diperebutkan oleh masyarakat.
“Kebo Bule tidak hanya sebatas hewan pusaka, tetapi telah menjadi simbol keberlanjutan tradisi dan kebudayaan Jawa yang kaya,” ujar Kanjeng Andri. “Kehadirannya dalam Kirab Malam 1 Suro Kraton Kasunanan Surakarta setiap tahun tidak hanya memperkuat nilai-nilai historis dan spiritual, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya melestarikan warisan budaya,” pungkasnya.
Dengan memahami lebih dalam tentang Kebo Bule dan peranannya, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia, khususnya dalam menjaga dan merayakan tradisi yang telah berlangsung turun-temurun di tanah Jawa. @indonesiabuzz