Pernikahan dini masih marak terjadi. Di Kabupaten Ponorogo, sebanyak 191 anak dibawah umur mengajukan dispensasi pernikahan ke Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Ponorogo di sepanjang tahun 2022 lalu. Data yang dikeluarkan melalui Humas (PA) Ponorogo, angka tersebut turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 266 anak.
Jika dipersentasekan dari jumlah 191 anak tersebut, separuhnya (50%) dengan kasus hamil diluar nikah, sisanya dengan alasan pernikahan dini untuk menghindari zina.
Dikecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo, kasus pernikahan dini tergolong tinggi dibanding dengan Kecamatan lain, data yang didapat melalui Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ngrayun terkait dengan pengajuan dispensasi pernikahan ke (PA) Ponorogo sebanyak 27 anak, dengan rincian laki-laki 5 (lima) anak, sedangkan untuk perempuan sejumlah 22 anak.

Menurut H. Nur Kholis, S.Ag, M.H. selaku Kepala KUA Kecamatan Ngrayun, pihaknya sudah berusaha dengan maksimal dan menyampaikan terkait batasan usia perkawinan laki-laki maupun perempuan tidak kurang dari 19 tahun, sesuai dengan UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 Amandemen.
“Pada tahap awal KUA Ngrayun sudah menolak, dan supaya melakukan pernikahan sesuai dengan umur yang sudah diputuskan oleh Undang-Undang, tetapi mereka keberatan,” ujar Nur Kholis di ruangannya, Senin (9/1/2023).
Sosialisasi guna menekan ataupun meminimalisir angka dispensasi perkawinan yang dilakukan KUA Ngrayun terkait Undang-Undang tersebut sudah sering disampaikan kepada banyak
pihak, diantaranya kegiatan bimbingan usia perkawinan untuk remaja melaui sekolah maupun Program lintas sektoral.
“Karena harapan kita, semua perkawinan itu sesuai usia yang ditetapkan oleh Undang-Undang,” terangnya.
Nur Kholis juga mengajak masyarakat dan peran aktif orang tua untuk selalu memberi pemahaman kepada anak mengenai dampak buruk pernikahan usia dini.
Sementara itu, Desa Sendang Kecamatan Ngrayun merupakan salah satu desa yang banyak mengajukan dispensasi dengan jumlah 4 (empat) anak dengan jenis kelamin perempuan. Salah satu faktor utamanya pergaulan bebas, ketika anak yang putus sekolah kemudian bekerja keluar kota, karena tidak adanya pengawasan yang lebih dari orang tua, kasus hamil diluar nikah yang biasanya terjadi.
Kepala Desa Sendang Suyadi bersama jajaran Pemerintah Desa sudah memberikan sosialisasi terkait resiko pernikahan dini yang mungkin terjadi, diantaranya pertumbuhan stunting pada bayi, selain itu juga resiko perceraian tidak menutup kemungkinan bisa terjadi, karena kurang matangnya pemahaman tentang berumah tangga.
“Ke depan harus betul-betul kita batasi, dan harus tetap menghimbau masyarakat,” ungkap Suyadi Kepala Desa Sendang.
Mengingat angka stunting yang sedang gencar diatasi, tentunya yang diharapakan Pemerintah Desa kepada warga masyarakat supaya melangsungkan pernikahan dengan usia yang cukup ataupun sudah dewasa.
“Kami akan terus berupaya menekan warga yang inging menikah dan belum cukup umur dengan harapan bisa mengurangi resiko pertumbuhan stunting,” pungkasnya. @Jatimbuzz