Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 oleh FIFA pada pekan lalu, untung saja tidak berbuntut sanksi tambahan yang memilukan. Namun, apakah sanksi administrasi berupa pembekuan dana FIFA Forward untuk keperluan operasional PSSI serta review ulang terhadap strategi besar pengembangan sepak bola Indonesia cukup untuk dijadikan sebuah sorak sorai?
Kita harus jujur bahwa ‘kebaikan’ FIFA itu hanya menghindarkan kita dari kekalahan yang lebih telak. Masih banyak persoalan di cabang olahraga dengan penggemar terbanyak di Tanah Air yang mesti cepat dibereskan. Sebelum kita bergembira karena yang baru saja diputuskan FIFA, sebaiknya kita lihat kembali akar persoalan dalam persepakbolaan nasional kita.
Kita dihibur dengan pengusutan puncak gunung es persoalan di jagat sepak bola nasional, namun hampir tak pernah ada yang tuntas hingga ke akar-akarnya. Jangan sampai kita terus menerus dikecewakan oleh masalah-masalah klasik yang masih mengelayuti persepakbolaan nasional. Sebagai pecinta sepak bola, kita perlu menjaga sikap kritis terhadap semua pihak yang terlibat.
PSSI tak layak membusungkan dada, merasa menjadi pihak paling berjasa atas jatuhnya sanksi ringan dari FIFA. Sanksi apa pun, meski itu hanya sekelas kartu kuning, harus menjadi peringatan bahwa kualitas pengelolaan sepak bola, dan barangkali pengelolaan olahraga secara umum di Tanah Air, belum berjalan seperti yang seharusnya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus berperan aktif untuk membangun komunikasi politik yang baik dengan para elite sehingga tidak ada gap antara keinginan pemerintah dan politisi. Kita tak boleh lagi ada beda visi seperti tempo hari, di mana pemerintah bermimpi menjadi tuan rumah Piala Dunia, tapi di sebelah sana para politikus justru berkehendak mengubur mimpi itu.
Selain itu, kita juga harus waspada terhadap upaya politisasi sepak bola, termasuk manuver sejumlah elite politik yang ingin mencampuradukkan politik dan olahraga dengan takaran yang tidak pas. Kita perlu kritis terhadap induk organisasi (PSSI), kritis terhadap pemerintah, dan kritis terhadap segala upaya politisasi sepak bola.
Terakhir, kita diingatkan akan ada sejumlah event olahraga internasional dihelat di Tanah Air yang melibatkan tim Israel. Apakah kejadian batalnya Piala Dunia U-20 akan menjadi pelajaran? Atau gara-gara sanksi ringan FIFA kita menjadi lupa dan kembali mengulang kesalahan yang sama? Semoga tidak. Sebagai masyarakat yang cinta akan sepak bola, kita harus tetap berani bersikap kritis dan mengusahakan perbaikan yang signifikan dalam persepakbolaan nasional. @Jatimbuzz