IndonesiaBuzz: Solo, 23 September 2023 – Kawasan Coyudan, yang terletak di Kota Solo, telah menjelma menjadi salah satu kawasan bisnis dan niaga utama. Di kawasan ini, puluhan toko emas dan ratusan perajin emas beroperasi, memberikan warna tersendiri dalam dunia perhiasan di Kota Bengawan. Nama “Coyudan” meliputi jalan-jalan penting seperti Jl. Yos Sudarso, Jl. Dr. Radjiman, Jl. Gatot Subroto, Jl. Bedhoyo, dan Jl. Kalilarangan, menjadi simbol keberadaan perdagangan emas yang eksis hingga kini.
Coyudan tidak hanya diidentikkan dengan bisnis emas besar, namun juga dengan para pedagang kaki lima yang membuka lapak di tepi jalan. Aktivitas niaga ini menjadi bukti nyata bahwa Coyudan memiliki sejarah panjang dalam perdagangan emas. Pada masa PB X atau sekitar 1900-an, kawasan ini merupakan tempat tinggal para prajurit Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Salah satu tokoh penting, Ngabehi Secoyudan, menjadi awal mula pemberian nama “Coyudan”.
Menurut Ketua Paguyuban Pedagang Emas Kaki Lima Sido Rukun di Coyudan, Joko (60), saat ini terdapat lebih dari 130 pedagang emas kaki lima yang dulunya hanya membuka lapak di depan toko perhiasan besar. Fenomena pedagang emas kaki lima di kawasan Coyudan berkembang sejak tahun 1960-an. Para pedagang ini sebagian besar berasal dari Banjarmasin, Kalimantan.
“Dulu banyak yang enggak punya pekerjaan, terus numpang buka lapak di toko emas. Memang pedagang dulunya datang dari Banjarmasin. Lambat laun banyak yang ikut membuka lapak, orang Solo juga ikut karena kurangnya lapangan pekerjaan pada waktu itu,” terang Joko di lapaknya, Sabtu (23/9/2023).
Mengenai metode dan sumber emas yang dijual, pedagang emas kaki lima seperti Nuryati yang sudah berkecimpung dalam bisnis ini sejak 1987 mengungkapkan, bahwa mereka menggunakan alat sederhana seperti timbangan dan batu hitam untuk menggesek emas, membantu mengetahui kadar emas. Selain membeli emas untuk dilebur kembali, emas dalam kondisi baik juga dijual langsung tanpa perlu dilebur kembali.
“Alatnya hanya timbangan, batu hitam untuk menggesek emas, buat tahu kadarnya. Semakin terang semakin tinggi kadar emasnya. Batu hitam ini khusus buat emas, dari Banjarmasin, Kalimantan,” terang Nuryati.
Pasar Coyudan, yang diapit oleh Jl. Yos Sudarso, Jl. Dr. Radjiman, Jl. Gatot Subroto, Jl. Bedhoyo, dan Jl. Kalilarangan, menjadi salah satu pusat perniagaan yang padat di Kota Solo. Kepadatan ini mendukung tumbuhnya sektor informal, seperti pedagang kaki lima yang menambah warna kegiatan perdagangan emas di kawasan tersebut.
Aktivitas lalu lintas di kawasan ini juga semakin memadati kawasan perdagangan Singosaren dan memperkuat jalur utama yang menghubungkan Solo dengan kota-kota sekitarnya. Seiring dengan perkembangan zaman, Kawasan Coyudan tetap mempertahankan sejarah dan mengukuhkan posisinya sebagai pusat perdagangan emas di Kota Solo.
Selain tempat tersebut, Pedagang Emas Kaki Lima saat ini telah merambah keberadaanya di sekitar Kraton Surakarta, tepatnya di Jalan Supit Urang.
Penelusuran lebih lanjut, dikutip dari skripsi berjudul “Dinamika Komunitas China Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta Tahun 1985-1995”, mahasiswa ilmu sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Novita Wisma Saputri, mengungkap fakta menarik bahwa pada tahun 1930, Coyudan adalah satu-satunya pusat perdagangan emas di Kota Solo dengan kompleks bangunan cukup panjang. (@indonesiabuzz)