IndonesiaBuzz: Jakarta, 4 April 2025 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa bulan April 2025 berpotensi menjadi periode terpanas di Indonesia setelah Lebaran. Hal ini dipicu oleh berakhirnya fenomena cuaca La Nina dan dimulainya musim kemarau secara bertahap.
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, musim kemarau di Indonesia sudah mulai terjadi sejak Maret dan akan meluas pada April hingga Mei mendatang.
“La Nina telah berakhir. Artinya, musim kemarau tahun ini akan kembali normal. Kami berharap kondisi cuaca tetap kondusif,” ujar Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Jumat (4/4/2025).
Dwikorita menyebutkan, sejumlah wilayah akan lebih dulu memasuki kemarau pada April, seperti bagian timur Lampung, pesisir utara Jawa bagian barat, pesisir Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada Mei, musim kemarau diperkirakan meluas ke sebagian kecil Sumatra, sebagian besar Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, dan Papua bagian selatan.
BMKG menjelaskan bahwa perubahan arah angin dari monsun Asia ke monsun Australia menjadi faktor utama awal musim kemarau. Angin monsun Australia yang lebih kering memicu penurunan curah hujan di berbagai wilayah.
Dwikorita juga mengimbau para petani untuk menyesuaikan jadwal tanam dengan kondisi musim kemarau, memilih varietas tanaman yang tahan kekeringan, serta mengelola air secara efisien.
Sementara itu, sektor kebencanaan diminta meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di daerah dengan curah hujan normal hingga di bawah normal.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyatakan bahwa musim kemarau 2025 berlangsung dalam kondisi iklim yang cenderung normal tanpa pengaruh signifikan dari fenomena iklim global seperti ENSO (El Nino Southern Oscillation) maupun IOD (Indian Ocean Dipole).
“Tidak ada dominasi dari El Nino, La Nina, atau IOD. Ini membuat musim kemarau tahun ini diprediksi normal dan tidak sekering tahun 2023,” ujar Ardhasena.
Ia menambahkan, meski sebagian wilayah mengalami kemarau, hujan masih berpotensi turun terutama di daerah yang memiliki sifat musim kemarau di atas normal.