IndonesiaBuzz: Historia – Madiun, sebuah kota yang terletak di Jawa Timur, memiliki sejarah yang kaya dan menarik seiring dengan perkembangan kereta api di Indonesia. Setelah redanya debu pertempuran Perang Diponegoro pada awal dasawarsa 1830-an, Madiun berpindah tangan menjadi wilayah yang dikuasai oleh Hindia Belanda. Kota ini diangkat statusnya menjadi keresidenan, menjadikannya salah satu pusat penting di bawah pemerintahan kolonial. Namun, apa yang membuat Madiun begitu istimewa?
Pada masa itu, warga Belanda dan Eropa mulai merambah ke kawasan ini, terutama mereka yang terlibat dalam industri perkebunan dan manufaktur. Alasan di balik pemukiman mereka di Madiun adalah pengembangan berbagai jenis perkebunan dan pabrik yang berkembang pesat di daerah ini. Mulai dari perkebunan tebu dengan pabrik gula, perkebunan teh, kopi, hingga tembakau, semuanya tumbuh subur di tanah Madiun yang subur. Kehadiran komoditas-komoditas ini turut membentuk wajah dan identitas kota.
Salah satu tonggak penting dalam sejarah Madiun adalah pembangunan jalur kereta api. Tanpa keraguan, sistem transportasi yang terintegrasi menjadi kebutuhan mendesak untuk mengangkut hasil bumi yang berlimpah. Pada tahun 1873, Pemerintah Kolonial Belanda memberikan izin pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Surabaya, Surakarta, Madiun, dan Ponorogo. Proyek ini adalah manifestasi dari upaya pemerintah untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi dalam mengangkut komoditas.
Tak lama setelah itu, pada 1 Juli 1882, jalur kereta api Surabaya-Madiun berhasil diselesaikan oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda. Jalur ini kemudian diperpanjang hingga Paron, yang rampung pada 2 Juli 1883. Stasiun Madiun, menjadi titik penting dalam jaringan kereta api ini, memiliki ciri khas arsitektur yang mencolok.
Bangunan Stasiun Madiun yang terletak sejajar dengan rel kereta memiliki daya tarik tersendiri. Pada awalnya, bangunan ini didesain dengan gaya arsitektur chalet yang terinspirasi dari bangunan-bangunan di Eropa. Kanopi berbahan besi menjulang gagah melindungi tiga jalur kereta, dan tiga pintu utama di bagian depan memberikan kesan yang menarik. Sayangnya, akibat Peristiwa Madiun pada tahun 1948, sebagian besar bangunan stasiun mengalami kerusakan serius.
Stasiun Madiun mengalami pemugaran besar-besaran, mengembalikannya menjadi pusat kegiatan kereta api yang berfungsi. Namun, sayangnya, bangunan bergaya chalet pun memudar, tetapi keberadaannya tetap menjadi saksi bisu perkembangan zaman.
Sejarah panjang Stasiun Madiun tidak hanya terhenti pada rel kereta dan bangunan megahnya. Dahulu, stasiun ini juga dikenal memiliki balai yasa lokomotif uap di sisi utaranya. Balai yasa ini berfungsi sebagai tempat perawatan dan penyimpanan lokomotif uap yang merupakan tenaga penggerak utama jalur kereta pada masa itu. Namun, seperti halnya perkembangan teknologi, lokomotif uap mulai meredup ketika lokomotif diesel hidraulis diperkenalkan oleh Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pada tahun 1979.
Pada tanggal 18 Mei 1981, bekas Balai Yasa Lokomotif Uap di sisi utara stasiun diubah menjadi pabrik industri kereta api, atau yang dikenal sebagai INKA (Industri Kereta Api). Transformasi ini menjadi bukti bahwa sejarah dan perkembangan industri tak bisa dilepaskan satu sama lain.
Madiun, dengan jejak sejarahnya yang terukir di rel kereta dan bangunan bersejarahnya, terus menggema dalam alur waktu. Kota ini bukan hanya sekadar titik transit bagi penumpang kereta, tetapi juga simbol keberanian dalam menghadapi tantangan serta semangat dalam merevitalisasi warisan berharga bagi generasi mendatang. @And.IndonesiaBuzz