IndonesiaBuzz: Jumat, 4 April 2025 – Transformasi foto/gambar dengan gaya animasi Jepang yang kini tengah tren di Instagram dan X menuai perhatian luas. Tren ini memanfaatkan fitur AI dari ChatGPT menggunakan prompt tertentu, dan hasil akhirnya menyerupai karya-karya Studio Ghibli—studio legendaris yang didirikan oleh Hayao Miyazaki.
Fenomena ini mulai viral pada akhir Maret 2025, saat ribuan pengguna media sosial membagikan hasil gambar yang bergaya khas Ghibli buatan AI. Banyak dari gambar tersebut menampilkan karakter imajinatif yang mengingatkan pada film-film produksi Studio Ghibli.
Studio Ghibli merupakan studio animasi ternama yang berbasis di Koganei, Tokyo. Dikenal luas atas kontribusinya dalam dunia animasi, Ghibli telah memproduksi film-film ikonik dan memperluas portofolionya ke media lain seperti iklan televisi, film pendek, hingga dua film televisi. Studio ini masih aktif hingga kini, di bawah kepemimpinan Hayao Miyazaki—seniman senior yang sejak lama menentang penggunaan kecerdasan buatan dalam proses kreatif.
Penolakan Miyazaki terhadap AI bukan hal baru. Dalam sebuah presentasi teknologi pada 2016, ia pernah menyebut AI sebagai “penghinaan terhadap kehidupan dan seni.” Baginya, seni sejati hanya dapat dihasilkan oleh manusia karena mengandung emosi dan jiwa yang tidak bisa ditiru oleh mesin.
Seiring tren ini menyebar, muncul kontroversi global—terutama di Jepang dan Amerika Serikat, dua negara yang memiliki perlindungan hak cipta sangat ketat. Isu utama yang mencuat adalah dugaan pelanggaran hak cipta atas penggunaan gaya visual yang sangat khas dan telah menjadi identitas Studio Ghibli.
Meskipun hukum di Jepang masih mengizinkan penggunaan karya seni untuk pelatihan AI, para pakar hukum menilai bahwa hasil akhir yang terlalu mirip dengan karya asli berpotensi melanggar hak cipta. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rob Rosenberg, pakar hukum AI dari saluran televisi Showtime. Ia menyebut bahwa Studio Ghibli berpotensi menggugat OpenAI—pengembang ChatGPT—berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta AS, termasuk The Lanham Act, yang mencakup pelanggaran hak cipta, promosi palsu, dan persaingan tidak sehat.
Rosenberg menjelaskan bahwa penggunaan gaya visual khas Ghibli tanpa izin dapat menimbulkan kebingungan di kalangan publik, seolah-olah Ghibli mendukung atau terlibat dalam teknologi AI tersebut. Hal ini dinilai dapat merusak citra dan reputasi merek dagang Studio Ghibli.
Hingga kini, Studio Ghibli belum mengambil langkah hukum resmi terhadap OpenAI. Namun, OpenAI sendiri tengah menghadapi berbagai tuntutan hukum serupa, termasuk dari The New York Times yang menuduh perusahaan tersebut menggunakan konten mereka secara ilegal untuk pelatihan AI.