Thondong, sebuah ritual keagamaan yang unik, telah menarik perhatian banyak orang di Indonesia. Ritual ini melibatkan para biksu yang berjalan kaki sejauh ribuan kilometer dari Thailand ke Candi Borobudur, salah satu situs keagamaan Buddha terbesar di dunia yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah.
Thondong adalah tradisi yang berasal dari Thailand dan merupakan salah satu bentuk perayaan Hari Raya Waisak, momen penting dalam agama Buddha yang diperingati sebagai kelahiran, pencerahan, dan meninggalnya Siddharta Gautama, Sang Buddha. Para biksu yang berpartisipasi dalam ritual ini melakukan perjalanan jauh dengan berjalan kaki, mengunjungi tempat-tempat suci sepanjang perjalanan mereka.
Ritual Thondong telah menjadi bagian dari warisan budaya Thailand selama berabad-abad. Namun, pada tahun ini, tradisi yang sama digelar pertama kalinya di Indonesia. Dengan kolaborasi antara para biksu dari Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, Thondong menjadi peristiwa yang memperkuat hubungan keagamaan dan budaya antara negara-negara tersebut.
Perjalanan para biksu dimulai dari sebuah vihara di Provinsi Nakhon Si Thammarat, Thailand, pada akhir Maret. Mereka melakukan perjalanan melewati jalur yang panjang, menghadapi tantangan fisik dan mental yang besar. Melintasi perbatasan negara, melalui Malaysia, dan memasuki wilayah Singapura, para biksu menuju tujuan akhir mereka, Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
Perjalanan ini bukanlah tugas yang mudah. Para biksu menghadapi medan yang beragam, cuaca yang tidak menentu, dan tantangan fisik yang menguras energi. Namun, semangat mereka yang tinggi, tekad yang kuat, dan keyakinan dalam agama Buddha menjadi pendorong utama untuk melanjutkan perjalanan mereka. Meskipun melelahkan, mereka tetap gigih melangkah dengan penuh keikhlasan.
Menparekraf, Sandiaga Uno, menyambut kedatangan para biksu ini dengan antusias. Ia melihat potensi besar dalam tradisi Thondong sebagai daya tarik wisata religi di Indonesia. Menurutnya, perjalanan para biksu ini memberikan inspirasi dan memperkaya keberagaman budaya serta spiritualitas di negeri ini.
Tradisi Thondong bukan hanya sekedar perjalanan fisik semata, tetapi juga sarana untuk mendalami ajaran Buddha dan merenungkan makna dari perjalanan spiritual ini. Selama perjalanan mereka, para biksu mengadakan meditasi, berdoa, dan memberikan ceramah tentang agama Buddha kepada masyarakat di sepanjang jalan. Mereka juga bertukar pengalaman dengan biksu dan umat Buddha di setiap tempat yang mereka singgahi.
Ritual Thondong membawa pesan perdamaian, persaudaraan, dan toleransi antarumat beragama. Melalui perjalanan mereka yang panjang dan penuh pengorbanan, para biksu ingin menginspirasi orang-orang untuk mencari kedamaian dalam diri mereka sendiri dan mempromosikan toleransi antaragama di masyarakat.
Selama perjalanan Thondong, para biksu juga menerima dukungan dan sambutan hangat dari masyarakat di sepanjang rute mereka. Banyak orang yang memberikan bantuan, memberikan makanan, minuman, dan tempat istirahat kepada para biksu yang lelah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya solidaritas dan gotong royong dalam menjalankan nilai-nilai keagamaan yang mereka anut.
Menparekraf, Sandiaga Uno, mengungkapkan harapannya untuk mengembangkan ritual Thondong sebagai bagian integral dari pariwisata religi di Indonesia. Dia melihat potensi besar dalam tradisi ini untuk menarik wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara yang tertarik dengan aspek spiritual dan keagamaan.
Selain itu, Menparekraf juga mengajak masyarakat untuk mendoakan keselamatan dan kesehatan para biksu yang masih melanjutkan perjalanan mereka menuju Candi Borobudur. Doa-doa tersebut diharapkan dapat memberikan semangat dan perlindungan bagi para biksu yang sedang menghadapi perjalanan yang melelahkan dan penuh tantangan.
Ritual Thondong telah memberikan inspirasi bagi banyak orang tentang semangat keagamaan, ketekunan, dan kesederhanaan. Perjalanan ini tidak hanya menjadi peristiwa religius, tetapi juga sebuah perayaan keberagaman, persatuan, dan keindahan budaya yang ada di Asia Tenggara.
Dengan adanya Thondong, harapannya adalah tradisi ini dapat terus dilestarikan dan dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat hubungan antarbangsa, menghormati nilai-nilai agama, serta menjaga warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang. @IndonesiaBuzz