IndonesiaBuzz: Historia- Ndalem Hardjonegaran yang dahulu merupakan kediaman Go Tik Swan atau lebih dikenal sebagai Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hardjonagoro, kini menjadi Panembahan Harjonagoro.
Beliau adalah seorang budayawan dan sastrawan terkemuka Indonesia yang menetap di Surakarta. Lahir pada 11 Mei 1931, ia adalah putra sulung dari keluarga Tionghoa priyayi di Solo.
Ndalem Hardjonegaran terletak di Jl. Yos Sudarso No.176, Jayengan, Kec. Serengan, Kota Surakarta, Jawa Tengah yang merupakan museum sekaligus Cagar budaya yang terdiri atas satu bangunan utama, pendapa besar berisi arca-arca budaya, sentra membatik dan sentra pembuatan keris serta tempat-tempat menyimpan keris-keris kuno.
Penerus Ndalem Hardjonegaran, Kanjeng Raden Riyo Aryo (KRRA) Hardjosoewarno, menjelaskan bahwa rumah ini didirikan pada tahun 1950 ketika Go Tik Swan masih berkuliah di Universitas Indonesia. Awalnya, orang tuanya memasukkannya ke Fakultas Ekonomi, namun minatnya yang besar pada seni tari, gamelan, dan wayang kulit membuatnya beralih ke Fakultas Sastra Jawa.
Go Tik Swan sering disuguhi tembang Jawa, macapat, dan cerita rakyat, yang memperdalam kecintaannya pada budaya Jawa. Pertemuan awalnya dengan Presiden pertama RI, Soekarno, terjadi saat acara dies natalis UI, di mana ia menari Gambir Anom gaya Surakarta di Istana Negara. Kedekatannya dengan Soekarno membuat presiden tersebut turut merancang Ndalem Hardjonegaran.
“Rumah ini, arsiteknya Bung Karno. Karena dekat sekali Bung Karno dengan Pak Hardjonegara,” ungkap Hardjosoewarno, sambil menunjukkan foto-foto kedekatan mereka kepada IndonesiaBuzz.com, Selasa (4/7/2024) .
Selain itu, lahirnya motif Batik Indonesia juga berkat perintah Sukarno untuk menyatukan motif batik dari berbagai daerah di Indonesia. Go Tik Swan mengadakan pameran Batik Indonesia pertama kali pada tahun 1956, yang dihadiri oleh Sukarno dan sejumlah kepala negara, termasuk Raja Kamboja dan Kaisar Jepang.
“Semua batik yang dipamerkan itu juga dihadiahkan ke teman-temannya Bung Karno, menyebar hingga museum-museum di luar negeri menyimpan batik karya-karya beliau,” tuturnya.
Motif batik karya Go Tik Swan memiliki nilai yang tinggi. Batik dengan motif baru bisa bernilai Rp 7 juta, sedangkan motif lama bisa mencapai Rp 30 juta. Hardjosoewarno menjelaskan bahwa Batik Indonesia merupakan perpaduan antara teknik batik klasik Kraton Surakarta Hadiningrat dengan teknik Pesisiran, yang dikenal dengan istilah “Nunggak Semi”.
Selain dikenal sebagai penari dan ahli sastra Jawa, Go Tik Swan juga merupakan salah satu tokoh berkembangnya pendidikan di Surakarta. Ia adalah salah satu pendiri Universitas Saraswati yang kemudian menjadi embrio dari Universitas Sebelas Maret (UNS).
“Beliau itu seorang penari, seorang ahli sastra Jawa, budaya Jawa, dan juga ahli bangunan hingga pendidikan. Hardjonegara juga salah satu tokoh pendiri Universitas Saraswati,” pungkas Hardjosoewarno.