IndonesiaBuzz: Jakarta, 24 Mei 2024 – Wakil Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Ervyn Kaffah, mengungkapkan bahwa minimnya akses air bersih di daerah pesisir semakin membebani kehidupan nelayan. Menurut Ervyn, kebijakan pemerintah selama ini kurang menyentuh kelompok masyarakat di daerah pesisir, dan kredibilitas anggaran untuk sektor air minum dan sanitasi, terutama di daerah, masih rendah.
“Fenomena ini memiliki relevansi dengan tata kelola anggaran yang tidak mempertimbangkan kebutuhan perempuan miskin dan karakteristik wilayah pesisir,” kata Ervyn kepada redaksi pada Kamis, 23 Mei 2024.
Kurangnya perhatian pemerintah menyebabkan masyarakat pesisir berusaha mandiri memenuhi kebutuhan air bersih mereka. Di Medan, misalnya, nelayan harus mengandalkan sumur bor swadaya atau membeli air dari pengusaha yang memiliki sumur bor, dengan tarif per jam. Di kabupaten lain, biaya air bisa mencapai Rp 400 ribu per bulan, jauh lebih mahal dibandingkan tarif PDAM yang sekitar Rp 40 ribu per bulan.
Selain itu, sekitar 50 persen masyarakat pesisir tidak memiliki toilet, sehingga air limbah dibuang langsung ke sungai, laut, atau tempat terbuka. Kondisi ini menimbulkan masalah ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat nelayan, yang rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui air.
Ervyn berharap penyediaan air bersih tidak hanya dianggap sebagai standar pelayanan minimal, tetapi juga sebagai bencana yang perlu penanganan serius oleh pemerintah, terutama saat musim kemarau. Seknas FITRA telah melakukan kajian kebijakan dan anggaran air minum dan sanitasi di wilayah pesisir, khususnya di lima kabupaten/kota: Kabupaten Lombok Timur (NTB), Bangkalan (Jawa Timur), Tangerang (Banten), Kota Semarang (Jawa Tengah), dan Kota Medan (Sumut). Hasilnya menunjukkan bahwa perencanaan anggaran belum sensitif gender, alokasinya tidak mencukupi, dan tidak tepat sasaran.
Saat ini adalah momen yang tepat bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki akses air bersih bagi masyarakat pesisir, terutama saat Indonesia menjadi tuan rumah the World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua, Bali, pada 18-25 Mei 2024. WWF tahun ini mengusung tema “Water for Shared Prosperity” (Air untuk Kemakmuran Bersama).
Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya kerja sama antar negara untuk mempromosikan pengelolaan sumber daya air yang efisien dan terintegrasi untuk kemakmuran bersama. Jokowi menekankan beberapa agenda penting yang harus diprioritaskan, termasuk upaya konservasi air, ketersediaan air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam seperti banjir dan kekeringan.
Sebagai negara kepulauan, sekitar 60 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Perubahan iklim berdampak langsung pada masyarakat di kawasan pesisir tersebut. Namun, pembangunan air bersih dan sanitasi di Indonesia lebih berorientasi pada pemukiman perkotaan daripada wilayah pesisir. Lebih dari 8 juta perempuan dari 17,74 juta penduduk miskin yang tinggal di kawasan pesisir Indonesia rentan menderita gangguan kesehatan karena buruknya layanan air minum dan infrastruktur sanitasi di permukiman mereka, dengan risiko diperparah oleh dampak perubahan iklim. @cinde